SOP

SOP PENGADUAN MASALAH

Latar Belakang
Dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan terdapat prinsip transparansi dan partisipatif, artinya semua proses kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan dari perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian harus dilaksanakan secara terbuka dan dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Salah satu indikator pelibatan masyarakat adalah adanya pengawasan dari masyarakat.
Pengawasan ini dapat diwujudkan dalam bentuk pengaduan-pengaduan terhadap masalah yang timbul saat proses berlangsung. Pengaduan dapat berbentuk lisan maupun tulisan, yang ditujukan kepada pelaku-pelaku PNPM Mandiri Perdesaan disemua tingkatan yang ada, mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten propinsi dan pusat.
Partisipasi masyarakat dalam bentuk pengawasan ini harus disikapi dengan upaya penanganan yang efektif, tepat waktu dan tepat sasaran. Untuk itu dibuatlah standar mengenai tatacara dan prosedur penanganan masalah sebagai acuan bagi upaya penanganan pengaduan tersebut.
Tujuan
Prosedur penanganan pengaduan ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi Tim koordinasi PNPM Mandiri Perdesaan (Kabupaten dan propinsi) dan konsultan serta fasilitator kabupaten dan fasilitator kecamatan dalam melakukan penanganan, yang antara lain berupa tanggapan, usulan penanganan, umpan balik dan laporan perkembangan penanganan.
Ruang Lingkup Penanganan
Dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri Perdesaan terdapat dua golongan masalah yang harus dibedakan baik cara penanganannya maupun siapa yang berwenang menanganinya, yaitu:
  1. Masalah implementasi program
  2. Masalah yang disebabkan oleh adanya pelanggaran prinsip dan prosedur, penyimpangan/ penyalahgunaan dana, intervensi (negatif), keadaan yang terjadi diluar kemampuan manusia (force majeure) dalam pelaksanaan program di lapangan
  3. Masalah manajerial
Adalah masalah yang disebabkan karena pelaksanaan sistem manajerial berkaitan dengan pembinaan dan pendampingan serta dukungan administrasi program yang tidak optimal.
Yang termasuk dalam masalah implementasi program, dapat dibedakan atas atas 4 Kategori, yaitu:
  1.  Penyimpangan prinsip dan prosedur, yaitu semua masalah implementasi yang melanggara prinsip dan prosedur program.
  • Contoh :
  • Masyarakat tidak diperkenankan mengetahui kondisi keuangan di UPK
  •  Terjadi perubahan kegiatan setelah dana turun ke desa, tanpa ada musyawarah khusus terlebih dahulu.
  •  Kategori Penyimpangan dana yaitu semua masalah implementasi akibat penyalagunaan dana untuk kepentingan yang tidak sesuai dengan tujuan program.
      Contoh:
  1.  Pemotongan dana oleh salah satu Pengurus TPK untuk kepentingan pribadi.
  2.  Pemotongan dana oleh ketua kelompok untuk kepentingan pribadi.
  3.  FK menggunakan dana DOK untuk kepentingan pribadi
  4.  Suplier tidak mengirimkan bahan padahal sudah menerima pembayaran dari TPK.
  5.  Intervensi:
Semua masalah yang disebabkan turut campur tangannya pihak ketiga, yaitu siapapun yang berkepentingan selain dari pihak-pihak yang memang mempunyai hak dan kewajiban, yang melibatkan ke dalam suatu proses/ kegiatan/keputusan yang sedang berjalan yang berakibat mengurangi maksud dan tujuan program.

      Contoh:
  1.  Kades memaksakan usulan pengerasan jalan menjadi usulan desa.
  2.  Camat menentukan lokasi desa – desa yang akan didanai.
  3.  FK mengarahkan forum musyawarah untuk melakukan kegiatan fisik.
  4.  Force majeure
Semua masalah yang timbul yang disebabkan oleh suatu keadaan atau peristiwa yang tidak terduga diluar kekuasaan semua pelaku yang mengakibatkan terhalang/terhenti/tidak berjalannya suatu kegiatan sehingga mengakibatkan maksud dan tujuan program tidak tercapai. Contoh :
  1.  Jembatan hancur tersapu banjir bandang.
  2.  Kelompok tidak dapat membayar cicilan karena dirampok.
  3. Terjadi gagal panen karena terserang hama belalang.
Yang termasuk masalah manajerial program, dapat dibedakan atas atas 2 kategori, yaitu:
  1. Terkait dengan pembinaan program, yaitu semua masalah yang terjadi disebabkan karena lemahnya pembinaan dan pendampingan yang dilakukan fasilitator/konsultan di lapangan.
Contoh :
  •  Administrasi dan Pembukuan keuangan UPK tidak lengkap dan tidak tertib.
  • Tim Pemelihara/tidak berfungsi.
  • Terjadi tunggakan atau kemacetan pengembalian UEP.
  •  Terkait dengan masalah support / dukungan program, yaitu semua masalah yang terjadi disebabkan karena suport / dukungan program belum optimal.
Contoh :
  1. Gaji konsultan terlambat
  2.  Kinerja Fasilitator/Konsultan lemah.
  3.  Pencairan dana BLM dari KPPN /Kas daerah terlambat.
Berdasarkan pengkategorian masalah tersebut, maka kewenanganan penanganannya pun berbeda, yaitu
  1.  Untuk masalah implementasi program maka kewenangan penangananan masalah dilakukan oleh Supervisor dimana lokasi masalah terjadi dengan koordinasi dengan SP2M
  2.  Sedangkan masalah manajerial program, merupakan wilayah kewenangan manajer, dalam hal ini Faskab, KM Prov, RMC, TL NMC – sesuai jenjang masalahnya.
  3. Yang terkait dengan kode etik, kewenangan penanganan ada pada 2 unit, yaitu : Untuk penanganan kasusnya ada pada SP2M, sedangkan tindak lanjut berkaitan dengan konsultannya ada pada perusahaan dan/atau Satker .
Prinsip-Prinsip Penanganan
  1. Dalam melakukan penanganan masalah dan pengaduan terdapat prinsip-prinsip: Rahasia, identitas orang yang melaporkan pengaduan atau masalah harus dirahasiakan, kecuali yang bersangkutan menghendaki sebaliknya. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi hak pelapor agar merasa aman dan nyaman berkaitan dengan masalah yang telah dilaporkan;
  2. Berjenjang, semua pengaduan atau masalah yang timbul harus ditangani pertama kali oleh pelaku PNPM Mandiri Perdesaan pada jenjang dimana masalah tersebut muncul, bila pelaku di tempat tidak berhasil menangani pengaduan, maka pelaku di jenjang atasnya memberi rekomendasi penyelesaian atau bahkan turut memfasilitasi proses penyelesaiannya;
  3.  Transparansi dan partisipatif, artinya sejauh mungkin masyarakat harus diberitahu dan dilibatkan dalam proses penanganan masalah tersebut dengan difasilitasi oleh fasilitator/konsultan setempat;
  4. Proporsional, artinya penanganan harus sesuai dengan cakupan kasusnya. Jika kasusnya hanya berkaitan dengan prosedur, maka penanganannya pun harus pada tingjkatan prosedur saja. Jika permasalahannya berkaitan dengan prosedur dan pengaduan dana, maka masalah atau kasus yang ditangani harus mengenai masalah prosedur dan penyalahgunaan dana;
  5.  Objektif, sedapat mungkin dalam penanganan pengaduan masalah ditanganai secara objektif, tidak memihak, dan melakukan uji silang guna mencari kebenaran;
  6.  Kemudahan, Setiap anggota masyarakat terutama kelompok perempuan dan laki-laki, harus mudah untuk menyampaikan pengaduan/masalah;
  7.  Pengadu/pelapor dapat menyampaikan pengaduan ke jenjang yang paling mudah dijangkau dengan menggunakan media/saluran pengaduan yang telah dibangun oleh program atau yang telah ada dilingkungannya;
  8.  Cepat dan akurat, setiap pengaduan dan permasalahan perlu ditangani/ditanggapi secara cepat dengan menggunakan informasi yang akurat.

Sistem dan Prosedur
A. Sumber informasi
Pengaduan dapat diperoleh dari beberapa sumber antara lain warga masyarakat, tokoh masyarakat, kelompok masyarakat, LSM, Ormas, Orsospol, Aparat, Konsultan Wartawan dll, melalui:
(i) Surat/berita langsung, SMS dan telepon kepada Sekretariat PNPM Mandiri Perdesaan (Pusat, Propinsi, Kabupaten), konsultan (Propinsi, Kabupaten dan Kecamatan)
(ii) Laporan hasil pemantauan lapangan dari Sekretariat/TK PNPM Mandiri Perdesaan, konsultan dan pihak-pihak lain
(iii) Berita dari media massa
(iv) Laporan hasil pemantauan LSM PBM
(v) SMS dan Email yang telah disiapkan pada unit penanganan masalah.

B. Kategori jenis pengaduan
Segala pengaduan tersebut diklasifikasikan menjadi beberapa kategori masalah, yaitu:
Kategori 1 : Penyimpangan Prinsip dan Prosedur
Kategori 2 : Penyimpangan dan penyalahgunaan dana
Kategori 3 : Intervensi negatif yang merugikan kepentingan masyarakat
dan atau program
Kategori 4 : Adanya kejadian yang mengarah pada kondisi force majeure

C. Derajat Masalah
Sejalan dengan prinsip penanganan masalah secara berjenjang, maka pada setiap masalah yang muncul ditetapkan derajat masalah. Derajat masalah digunakan untuk menentukan pada tingkat mana suatu masalah harus mendapat dukungan.
Penderajatan masalah dilakukan pada setiap kali pertemuan, baik antara FK dengan FASKAB untuk derajat 1 & 2, dan antara Korprov dan FASKAB untuk derajat 3, sedangkan untuk derajat 4 dilakukan pembahasan terlebih dahulu antara KM PROV dengan KMN serta dibahas tentang action plan-nya
Demikianpula untuk menaikkan status derajat masalah, pelaku utama dalam proses penanganan masalah dimana jenjang derajat itu berada melakukan review bersama supervisor terhadap perkembangan penanganan masalah, dalam menaikkan derajat masalah harus tetap mempertimbangkan efektifitas dan kecepatan penanganan masalah.

Adapun derajat masalah tersebut dibedakan menjadi:
Derajat 1 : dukungan penanganan oleh FK dan PjOK
Derajat 2 : dukungan penanganan oleh Faskab dan Satker Kabupaten
Derajat 3 : dukungan penanganan oleh Koorprov, RMC dan Satker
Provinsi
Derajat 4 : dukungan penanganan oleh NMC dan Satker Pusat

a) Tahapan penanganan
Pengaduan masalah tersebut akan ditindaklanjuti dengan tahapan sebagai berikut:
(i) Registrasi
Setiap pengaduan akan dimasukkan dalam buku arsip yang antara lain mancantumkan:
  •  Nomor
  • Tanggal penerimaan pengaduan
  •  Lokasi kejadian
  •  Sumber laporan
  •  Hal yang dilaporkan/diadukan
(ii) Klarifikasi
Setelah dilakukan regristrasi maka langkah berikut adalah melakukan klarifikasi atas kebenaran laporan/pengaduan tersebut. Kegiatan pada saat klarifikasi adalah pengumpulan data-data pendukung berupa keterangan saksi, keterangan surat dan dokumen administratif pendukung lainnya. Klarifikasi dilakukan oleh konsultan
secara berjenjang atau dilakukan oleh sebuah Tim penanganan pengaduan dan masalah BKAD yang ditugaskan khusus. Keluaran yang dihasilkan pada tahapan ini berupa kronologi dan posisi masalah. Posisi masalah dimaksudkan adalah kesimpulan akhir klarifikasi berdasarkan data-data pendukung yang menunjukkan benar atau tidak terjadi masalah sebagaimana yang diadukan/dilaporkan. Apabila posisi kasus menunjukkan tidak terjadi kasus maka segera disosialisasikan kepada masyarakat dan apabila sebaliknya posisi masalah menunjukkan telah terjadi masalah maka segera dilakukan diinvestigasi.

(iii) Analisa
Hasil klarifikasi atas laporan/pengaduan tersebut dilakukan analisa permasalahan terhadap 2 aspek yaitu analisis kasus dan anlisa stakeholder yang akan dilibatkan. Hasil analisa kedua aspek tersebut selanjutnya dirumuskan menjadi sebuah dokumen rekomendasi alternatif penanganan masalah. Pilihan alternatif penanganan masalah dapat berupa proses Litigasi (proses hukum formal), penyelesaian sengketa alternatif (Non Litigasi) yang disebut dengan ADR (Alternatif Despute Resolution) dan penyelesaian melalui lembaga Arbitrase.

(iv) Tindak turun tangan
Tindak turun tangan merupakan tindak lanjut atas rekomendasi pilihan alternatif penanganan masalah yang dihasilkan dari proses investigasi. Fasilitasi pola penanganan yang telah disepakati dilakukan oleh Fasilitator atau Konsultan sesuai jenjang masalah dan atau oleh Tim Penanganan masalah BKAD. Hasil tindak turun tangan dapat berupa kesepakatan tentang pemberian sanksi/teguran, pengembalian prinsip dan prosedur, kesepakatan penyelesaian masalah dan lain – lain.

(v) Pemantauan
Dalam hal ini pemantauan dimaksudkan agar semua kesepakatan yang muncul dalam tindak turun tangan ataupun rekomendasi yang telah dikeluarkan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Bila dalam pemantauan ditemukan langkah yang kurang efektif dapat dilakukan analisa ulang sehingga mencul alternatif lain bagi penanganan masalah tersebut. Pada tiap tahapan proses penanganan, progres yang muncul harus selalu dilaporkan dalam bentuk matriks penanganan masalah.

(vi) Masalah dinyatakan selesai
Tahapan ini bisa dikatakan tahapan akhir pada proses penanganan masalah. Dimana suatu masalah yang diadukan sampai pada tahap dinyatakan selesai. Pada prinsipnya suatu masalah dinyatakan selesai apabila masyarakat dalam forum menyatakan demikian, dengan tetap mengacu pada panduan yang ada. Dalam hal masalah dinyatakan selesai maka harus dilengkapi dengan bukti pendukung dan berita acara (BA) penyelesaian.

(vi) Umpan balik
Merupakan tanggapan balik masyarakat terhadap masalah yang dinyatakan selesai. Ini berkaitan erat dengan tahap masalah dinyatakan selesai dimana masyarakat memiliki hak menerima atau menolak atas penyelesaian masalah dimaksud. Jika umpan balik masyarakat adalah penetapan masalah selesai, maka kasus ditutup, namun jika masyarakat menginginkan adanya upaya lain dan menyatakan belum selesai, maka dapat dilakukan peninjauan kembali, dalam hal ini perlu dibuat kesepakatan (BA) peninjauan kembali.

(vii) Pelaporan
Kompilasi tentang pengaduan masalah yang muncul dan tindak lanjut penanganannya dilaporkan secara berjenjang dua mingguan untuk pengaduan dan masalah yang menonjol dan prioritas dan setiap akhir bulan sebagai bagian dari laporan bulanan (format laporan dapat dilihat pada lampiran)


KODE ETIK FASILIATTOR PNPM MANDIRI PERDESAAN

a. Mengambil keputusan, melakukan negosiasi, kompromi, memberi saran dan atau tindakan apapun yang dapat merugikan masyarakat dan atau PNPM MP
b. Menerima apapun dari pihak manapun dengan tujuan
  • Untuk meloloskan proses seleksi desa dan penetapan alokasi dana PPK;
  •  Mempengaruhi pemilihan jenis kegiatan, lokasi dan spesifikasi dari kegiatan PPK dalam proses perencanaan;
  •  Sebagai hadiah, kompensasi, komisi, tanda terima kasih, atau apapun namanya dalam kaitannya dengan profesi sebagai konsultan.
c. Bertindak sebagai suplier bahan dan alat, menunjuk salah satu suplier atau sebagai perantara;

d. Bertindak sebagai juru bayar dan atau merekayasa pembayaran/administrasi atas nama UPK, LKMD, Tim Pengelola Kegiatan dan atau kelompok masyarakat;
e. Membantu dan atau menyalahgunakan dana PNPM untuk kepentingan pribadi, keluarga dan atau kelompok
f. Meminjam dana PPK dengan alasan apapun baik atas nama pribadi, keluarga dan atau kelompok;
g. Memalsukan arsip / tandatangan / laporan baik secara langsung maupun tidak langsung yang merugikan masyarakat dan PNPM MP;
h. Dengan sengaja mengurangi kualitas dan atau kuantitas pekerjaan;
i. Dengan sengaja atau tidak sengaja membiarkan, tidak melaporkan dan atau menutupi proses penyimpangan yang terjadi;